Bagaimana sikap Gereja terhadap mereka yang memiliki kodrat ketertarikan seksual kepada orang yang sejenis dan terhadap pria yang berpembawaan wanita dan sebaliknya? Bagaimana hal-hal tersebut dapat diterangkan dalam Alkitab?
Sejauh kepada sesama jenis itu masih berupa suatu kecenderungan, itu belum dosa. Namun kalau kecenderungan tersebut sudah menjadi tindakan nyata berupa perbuatan seksual di antara sesama jenis, itu memang dosa. Dalam Imamat 8:22 dikatakan, “Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian.” Bahkan menurut Imamat 20:13 hukumannya adalah hukuman mati. Menurut I Korintus 6:9 dan I Timotius 1:9 orang-orang yang mempraktikkan homoseksualitas termasuk orang yang dikucilkan dari Kerajaan Surga, artinya mereka itu berdosa berat. Namun, banyak teolog moral berusaha menerangkan ayat-ayat ini secara hati-hati sambil mempertimbangkan banyak aspek sebelum menyatakan bahwa perbuatan homoseksual itu dosa besar.
Soal pria yang berpembawaan dan berpakaian wanita atau sebaliknya (namanya transeksualitas dan transvestitisme), itu lebih sulit penilaiannya. Soalnya, sulit menilai apakah sebabnya. Patut dicatat bahwa sebagian kecil dari mereka ternyata memiliki kelainan kromosom. Kalau begitu, alam telah membuat mereka demikian? Kalau hanya menyangkut cara bertingkah dan berpakaian saja, itu belum menjadi masalah moral yang serius. Tetapi kalau mereka meminta operasi ganti kelamin, barulah ada masalah mengenai boleh atau tidaknya. Yang jelas, para ahli moral masih meragukan apakah operasi ganti kelamin itu benar-benar menyelesaikan masalah. Menurut hemat kami sulit mencari dasar Alkitab untuk menilai soal transeksualitas dan transvestitisme ini. Mungkin I Korintus 11:4-5 secara analog dapat dipakai di sini. Nas itu berbunyi demikian, “Tiap-tiap laki-laki yang berdoa atau bernubuat dengan kepala tertudung, menghina kepalanya. Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepada tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya.” Dari ayat-ayat ini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa pria seharusnya bertingkah dan berdandan sebagai pria, sebaliknya wanita hendaknya bertingkah dan berdandan seperti wanita.
Sumber: Umat Bertanya, Romo Pid Menjawab. Yogyakarta: Kanisius.
